Monthly Archives: Januari 2010

Pemuda Muslim Sebagai Pembawa Atmosphere Ilahi

Pemuda Muslim Sebagai Pembawa Atmosphere Ilahi
Oleh:
Abdul Malik Firdaus
Sekretaris Umum Keluarga Alumni Centaurian Moeslem Atmosphere

Syu’banulyaum Rijalul Ghad, pemuda hari ini mempimpin di masa depan. Potongan hadist tersebut mengisyaratkan banyak pesan yang begitu besar bagi pemuda di masa kini yang harus menjadi konsep bagi seorang pemuda muslim. Salah satu pesan yang tersirat adalah pentingnya untuk menyiapkan pemuda guna arah tujuan hidup masa depan. Darul Arqam salah satu tempat penggemblengan pemuda jaman Rasullulah saw perlu kita teladani kembali. Permasalahan pemuda bukan masalah yang mudah, tetapi sebuah masalah yang komplek yang perlu kajian secara menyeluruh.
Dari tangan-tangan mereka lah terbitnya fajar Islam. Bagaimna tidak pada waktu itu usia Rasullulah saw sendiri pun baru menginjak empat puluh tahun ketika beliau diangkat menjadi rasul. Sedangkan Abu Bakar pada waktu itu berusia tiga tahun lebih muda dari usia Nabi SAW. Bahkan Umar bin Khatab masih berusia 27 tahun, dan Ali Ra adalah oarng termuda dari keempat khalifah tersebut. Selain itu para pemuda yang digembleng Rasullulah saw juga para tokoh mujahid yang tangguh, seperti Abdullah bin Mas’ud, Abdul Rahman bin Auf, Al Arqam bin Al Arqam, Sa’id bin Zaid. Muhs’ab bin Umair, Bilal bin Rabah, Ammar bin Yasir dan puluhan bahkan ratusan pemuda lainnya.
Melihat pemuda muslim sekarang seaakan tersesat di dunia yang tidak bersahabat. Penuh pertentangan hingga sulit tetapkan arah tujuan. Hanya pemuda yang memiliki keimanan, keikhlasan, Tekad, dan Usaha yang kuat yang mampu hadang segala problematika di era ini. Landasan iman adalah jiwa yang suci. Landasan keikhlasan adalah hati yang jernih. Landasan tekad adalah semangat yang kuat membara. Landasan usaha ialah kemauan yang keras dan landasan pengorbanan adalah aqidah yang kokoh.
Berbeda ketika Islam berjaya di daerah seperti Syam, daratan Irak yang subur, Andalusia, mesir, Al Jazair, daratan Afrika, India, daratan Cina, dan seluruh jagat raya ini. Semua daerah tersebut mengandung kabar berita tentang nenek moyang kita yang gagah berani dan mulia. Daerah-daerah itu sarat akan nilai-nilai Iman dan Islam. Mereka telah menyerap ilmu pengetahuan di berbagai mesjid, entah itu Mekah, Madinah, Al Aqsha, Kordoba, Al Azhar, dan Umawi. Mereka menyimpan segudang kebanggan dan kemuliaan , ilmu, kebudayaan, tatanan nilai dan prinsip. Mereka telah membina mental spiritual umat. Mereka telah menyebarluaskan ilmu pengetahuan, melenyapkan simbol-simbol paganisme (kemusyrikan) serta menyemaikan benih-benih tauhid, keadilan, ukhuwah, dan persamaan.
Kejayaan Islam di tangan para pemuda muslim membuka efek yang begitu besar. Sehingga kemerdekaan bukan hanya kiasan ataupun isapan jempol tetapi hadir menjadi pemecah rantai perbudakan, berfikir terbuka guna tauhid yang mulia di saat akal pikiran terkungkung oleh tirai kemusyrikan. Banyak prestasi yang pernah diraih pemuda muslim meski sejarah barat tak mencatatnya. Tetapi semua itu hidup bukan hanya sebagai catatan saja melainkan menjadi tangga menuju Islam yang jaya. Kembali pada permasalahan pemuda muslim masa kini yang seakan kehilangan ‘pegangan’ menjadi PR besar bagi semua elemen masyarakat mulai dari lingkungan terkecil keluarga,sahabat, sekolah hingga pemerintah yang notabene negara muslim terbesar di dunia. Yang sangat miskin memberikan penanaman konsep-konsep seorang pemuda muslim. Lantas siapa yang harus bertanggungjawab?
Menyadari kesalahan adalah salah satu langkah untuk berubah. Bukan tuduh sana-sini yang pada akhirnya masalah utama tidak terselesaikan. Ataupun berdebat hingga esensinya tidak dikupas secara tuntas. Tidak semua pemuda muslim saat ini berada dalam kesesatan masih banyak pemuda muslim yang merintis kembali jalan kemuliaan meski dengan jumlah yang lebih sedikit. Tulisan ini merupakan representasi pengalaman, keprihatinan, dan harapan penulis mengenai nasib ”pemuda muslim”. Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk memberi label atau justifikasi pada satu institusi atau perseorangan, namun lebih pada sikap kritis terhadap fenomena yang telah penulis alami (secara riil) serta sebisa mungkin memberi alternatif pemecahan masalah. Hingga benarlah Islam sebagi Furqon.
Melihat salah satu tempat pergulatan pemuda yaitu sekolah, maka seharusnya sekolah mampu menjadi media pembelajaran keislaman, pengembangan diri pemuda muslim hingga memiliki pandangan Islam yang jernih. Seharusnya sekolah hadir sebagai orang tua kedua. Yang mampu mengayomi dan membimbing anak didiknya menuju kepribadian pemuda muslim yang tangguh. Dengan berbagai kegitan ekstrakulikuler yang mendukung seperti kegiatan kerohanian (ROHIS) sebuah wahana aktivitas pengembangan wawasan yang mengedepankan nilai-nilai Islami dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut pandangan penulis maka kegiatan Rohis sebagai kegiatan ekstrakulikuler hukumnya “wajib” guna pembentukkan Akhlaq guna membaca ayat-ayat Kauniyah Allah swt yang tersebar di alam (dalam QS 41:53, 3:190). Bukan hanya kecerdasan intelektual saja yang utama. Tetapi kecerdasan secara spiritual pun sangat diperlukan guna pembentukkan Akhlaq dan tauhid yang kuat. Melalui berbagai macam pembinaan atau kaderisasi yang dihadirkan seperti training dan mentoring yang sinergis. Rohis sangat berperan sebagai inkubator pembelajaran dan pengembangan bagi pemuda muslim hingga mampu menjadi “agen da’wah” untuk diri dan lingkungannya. Hingga kecerdasan Akhlaq dan Tauhid mampu mengawal kecerdasan intelektual menuju kecerdasan yang hakiki yang tentunya lebih Allah ridhai. Karena pemuda muslim adalah satu-satunya tempat melabuhkan semua harapan. Pemuda Islamlah penentu kebangkitan dan eksistensinya.
Dalam kehidupan umat Islam, masjid mempunyai peranan penting dalam berbagai segi kehidupan, baik itu ruhani, keilmuan, pendidikan,maupun kemasyarakatan. Menurut ajaran Islam semua bumi adalah masjidnya ummat Islam , yaitu setiap muslim boleh melakukan shalat di sembarang tempat, kecuali di atas kuburan dan tempat yang bernajis.
Mesjid menjadi salah satu tempat penggemblengan niali-nilai Islam bagi seluruh bagian dari Islam terutama pemuda sebagai pemimpin masa depan. Perhatian Rasullulah saw dan para sahabatnya untuk mengajak anak-anaknya ke mesjid begitu besar. Mesjid sebagai media pengenalan da’wah adalah sebuah media yang sangat efektif dan memiliki pengaruh yang sangat besar. Mesjid hadir bukan sebagai tempat ritual keagamaan saja, melainkan mampu menjadi media penyambung umat tempat bertukarnya pemikiran, sehingga tidak heran pusat-pusat da’wah Islam dahulu berbasis di mesjid. Yang dimana memakmurkan mesjid pun mendapat pahala dan cinta kasih yang besar dari Allah dan selalu dalam petunjuknya seperti tersurat dalam QS At-Taubah 9:17-18.
Mesjid bisa menjadi indikator yang merefleksikan keimanan seseorang. Keteraturan dalam Shalat yang dilaksanakan di Mesjid banyak menyimpan cerita hikmah, mulai dari kerapatan shaf shalat yang melambangkan persamaan dan kekompakan dalam Islam hingga kegiatan lain yang memiliki banyak arti, semua itu menjadi pengaruh yang kuat bagi pembentukkan akhlak pemuda muslim.
Media pembelajaran bagi pemuda muslim bukan hanya dua tempat yang disebutkan di atas saja, melainkan masih banyak media lain yang mampu mengembangkan kepribadian pemuda muslim guna penyelamatan aqidah dan akhlaqnya. Janji Allah pasti akan terwujud, bahwa Islam akan kembali berjaya. Maka seperti yang dikatakan oleh Hasan Al-Banna bahwa “Umat harus bangkit. Namun aset umat ini untuk kembali bangkit telah terkuras habis, kecuali satu : itulah pemuda.” Ya, inilah saatnya bagi kita untuk bangkit, untuk senantiasa berada dalam garis keseimbangan antara amal, akal, dan ruhiyah .
Rasulullah SAW gemilang menyeru ummat ke jalan-Nya, mengubah karakter ummat dari zaman kegelapan menuju jalan penuh cahaya yang ditempuh hampir 23 tahun. Salah satu pilar strategi keberhasilannya adalah karena Rasul memiliki kekuatan suri tauladan yang sungguh luar biasa, maka dengan ketauladan beliau lah kita jadikan batu pijakan. Ketauladanan beliau dalam masalah pemuda begitu banyak, sehingga tidak ada lagi alasan kita untuk tidak mengikuti langkahnya.
Pilihan kini berada ditangan kita, untuk menjadi umat pengganti atau yang tergantikan. Waktu akan terus bergerak baik kita diam ataupun beraktifitas. Hari ini kita pemuda besok jadi pemimpin dan lusa menyatu dengan tanah. Hingga penulis berpesan untuk diri dan seluruh pemuda muslim hadapilah hidup ini dengan keimanan dan ketabahan, jangan takut, jangan menyerah karena sesungguhnya Allah swt menyertaimu..


Laut; Antara dan Harapan Keyakinan Indonesia Menjawab Perubahan Iklim

LAUT DAN PERUBAHAN IKLIM

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

Laut; Antara dan Harapan Keyakinan Indonesia Menjawab Perubahan Iklim

Pendahuluan

Global Warming dan perubahan iklim menjadi faktor penting bagi berlangsunya sebuah kehidupan. Hingga menjadi isu global yang menyita perhatian. Bahkan, sebagaimana telah diproyeksikan ilmuwan hingga puluhan tahun kedepan, perubahan iklim akan selalu menjadi sesuatu yang dikhawatirkan oleh semua pihak.: Perubahan global adalah kejadian perubahan berskala luas menyangkut semua unsur di bumi yang melibatkan berbagai unsur, antara lain astronomis, atmosfer, lautan,daratan dan biota. Perubahan ini dapat terjadi secara berskala dengan perulangan yang cukup teratur, namun juga dapat terjadi tanpa memperlihatkan keteraturan perulangan ( Sari, 2009 ).

Dampak perubahan iklim semakin dirasakan oleh semua mahluk di muka bumi ini. Akibat yang ditimbulkannyapun dapat menyentuh segala aspek kehidupan karena global warming ini merupakan masalah sosial-ekologi. Perubahan iklim dan munculnya kondisi ekstrem berkepanjangan dapat mengubah arah sejarah suatu kelompok manusia seperti masyarakat di Pulau Easter dan Pitcaim di Pasifik, Suku Anasazi di Mexico, Suku Maya di Amerika Tengah, dan lain-lain. (Jarred,2006).  Oleh karena itu, upaya menghadapi dan menurunkan laju perubahan iklim semakin serius dilakukan oleh setiap negara manapun. Dengan memanfaatkan semua sektor yang ada, para ilmuwan meyakini dampak perubahan iklim dapat dikurangi resikonya, mulai dari sektor energi, kehutanan, hingga kelautan.

‘Posisi’ Indonesia Menjawab Perubahan Iklim

Posisi strategis Indonesia yang memiliki luas laut kurang lebih 5,6 juta km2 atau sekitar 63% dari total wilayahnya. Yang memiliki  garis pantai sepanjang 81.000 km  dengan jumlah pulau mencapai 17.506 pulau. Seperti dalam sebuah laporan PBB yang baru dirilis di perundingan Kopenhagen menyatakan bahwa samudera menyerap sekitar 25% dari efek gas rumah kaca dunia yang dipompa ke atmosfir dari aktivitas manusia setiap tahun. Maka tidak dapat dipungkiri lagi Laut Indonesia mempunyai potensi besar untuk menyerap CO2 sebagai gas utama penyebab pemanasan global yang berimplikasi pada terjadinya perubahan iklim. Pembangunan kelautan Indonesia yang dimulai sejak berdirinya Departemen Kelautan dan Perikanan ditetapkan sebagai sektor andalan (leading sector) menuju Indonesia yang maju, makmur, dan berdaulat (Dahuri,2009). Pendekatan penting yang perlu dilakukan oleh  Indonesia dan negara-negara yang sepemahaman dalam upaya adopsi substansi kelautan dalam kesepakatan perubahan iklim. Pendekatan tersebut  yakni pendekatan  di tingkat global melalui mekanisme UNFCCC, yang kemudian diperkuat dengan pendekatan di tingkat regional dengan memanfaatkan hasil CTI Summit, sampai pendekatan di tingkat nasional/lokal.

Melihat semua fakta di atas, maka langkah kerja untuk menjawab aspek iklim ini ke dalam kebijakan nasional maupun internasional perlu segera dilakukan. Dalam laporan Working Group III, Analisis ke-4 IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change), kemitraan internasional juga ditempatkan sebagai komponen penting dalam mengatasi perubahan iklim global (IPCC,2007). Upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim harus dilakukan secara bersamaan agar pembangunan dapat berkelanjutan (sustainable development). Kalau pada saat ditandatanganinya Protokol Kyoto tahun 1994 sebagian besar kepala negara, pejabat publik, eksekutif perusahaan swasta, dan anggota masyarakat dunia masih menyangsikan terjadinya global warming beserta segenap dampak ikutannya, maka sejak konferensi PBB tentang perubahan iklim global pada Desember 2007 mayoritas warga dunia meyakini kemungkianan global warming tersebut, bila emisi Gas Rumah Kaca (GRK), khususnya CO2 tidak segera dikurangi secara signifikan. Menurut ketentuan UNFCC dan Protokol Kyoto, 36 negara industri maju (termasuk AS) harus mereduksi emisi GRK-nya pada 2020 sebesar 25-40% dari level 1990 ( Samudera,2009 ).

Pada COP-13 UNFCCC, di Bali, Desember 2007 yang tertuang dalam  Bali Road Map 2007 mencakup lima komponen kesepakatan, yaitu: (1) mitigasi, (2) adaptasi, (3) REDD (Reduced Emissions from Deforestation and Degradation), (4) transfer teknologi, dan (5) pendanaan (Dahuri,2009). Yang salah satu keluaran dari kesepakatan tersebut adalah Coral Triangle Intiative (CTI) yang diharapkan posisi Indonesia yang strategis menjadi ’percontohan’ manajemen kelautan. Dampak perubahan iklim dalam kurun waktu 100 tahu terakhir ini diperkirakan peningkatan temperatur rata-rata 0,6% C (Hengki,2009). Walaupun kecil, peningkatan ini telah menyebabkan beberapa perubahan. Pertama, terjadi peningkatan permukaan air laut hangat yang akan mengancam kehidupan komunitas di wilayah perairan (coastal), wetlands, dan terumbu karang. Kedua, air hangat pada laut dangkal akan mematikan terumbu karang dan mematikan binatang laut. Ketiga, perubahan ini akan menyebabkan rusaknya ekosistem: spesies yang ada akan pindah ke tempat lain, atau mati. Kelima, air laut akan semakin asam sehingga akan memberikan dampak negatif pada terumbu karang dan kehidupan laut lainnya (Ucar,2009).

Nilai Penting Ekosistem Laut Dalam Perubahan Iklim

Diperkirakan kemampuan daya serap (uptake) laut terhadap CO2 sebesar 2 Pg C per tahun (Susandi,2009). Penyerapan CO2 oleh lautan Indonesia melibatkan banyak biota laut pendukung di dalamnya termasuk fitoplankton yang mampu mereduksi karbon melalui reaksi biologis siklus karbon meskipun hasilnya sedikit, tetapi siklus lewat proses biologis ini harus juga dilaporkan untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat yang pada faktanya didapatkan bahwa perairan laut Indonesia menyerap sekitar 1,8 milyar ton karbon setiap tahun (perhitungan melalui penentuan produktivitas primer dan luasan teritorial Indonesia ZEE) (Kaswadji dan Ario,2009).

Hutan mangrove memiliki peran yang unik dalam siklus karbon oseanik, yaitu pertukaran karbon di perairan pesisir (~200m kedalaman laut) memiliki peran penting di dalam siklus karbon oseanik. Karbon organik dibentuk oleh ekosistem mangrove dan lamun, kemudian dimineralisasi di zona pesisir. Selain itu produksi karbonat dan akumulasi terjadi pula di zona ini oleh ekosistem karang (Duarte et al.,2005). Besarnya produksi karbon organik dapat dilihat dari tingkat produktivitas ekosistem mangrove dan lamun. Hutan mangrove merupakan salah satu ekositem yang memiliki produktifitas yang tinggi (Komiyama et al.,2008). Menurut riviewnya, produktifitas huatn mangrove di beberapa negara berkisar antara 3,99-26,70 ton/hektar/tahun. Contoh di Indonesia, produktivitas huatan mangrove mencapai 22,90 ton/hektar/tahun (Sukardjo dan Yamada,1992). Proporsi karbon diakulmukasi dalam bentuk biomassa di atas (aboveground biomss) dan di bawah (belowgroung biomass) permukaan tanah. Tidak seperti di hutan darat, akar mangrove mengakumulasi lebih dari setengah kali karbon aboveground (Komiyama et al.,2000). Karbon akar mangrove terimpan lebih lama karena rendahnya dekomposisi akar mangrove sebagai akibat dari kondisi tanah yang selau terendam, salinitas tinggi, dan rendah oksigen yang membatasi pertumbuhan dekomposer.

Dari laju produktifitas di atas  dapat diestimasikan besarnya laju penimbunan karbon di ekosistem mangrove. Pada tabel 1 ditunjukkan estimasi laju penimbuann karbon di ekosistem mangrove dan lamun. Karbon biomassa tersimpan dalam jangka waktu puluhan tahun (Tomlinson, 1994 dalam Duarte et al., 2005) untuk mangrove dan beberapa dekade untuk lamun (Duarte & Hemimnga, 2000). Isu yang paling penting dalam peran vegetasi pantai terhadap siklus karbon oseanik adalah outwelling (Buillon et al., 2008). Fraksi karbon organik yang diproduksi vegetasi pantai diduga dilepaskan ke laut lepas lebih dari 10% (Dittmar et al., 2006). Ini menegaskan bahwa kedua ekosistem tersebut sangat penting dalam siklus karbon oseanik.

Tabel 1 . Estimasi laju penimbunan karbon organik di area vegetasi pantai (Duarte et al., 2005)

Komponen Area (10 12 m2 ) gC/m2 /tahun Ton/tahun
mangrove 0,2 139,0 23,6
Lamun 0,3 83,0 27,4

Upaya Penyelamatan

Pemanasan global apakah gejala alamiah maupun antropogenik, yang harus dilakukan adalah mengurangi sumber GRK penyebab pemansan global. Karena masalah perubahan iklim termasuk masalah sosial-ekologi maka ada beberapa langkah yang bisa diambil yaitu : (1) Social Ecological System (SES): Sistem terpadu dengan hubungan timbal balik antara alam dan manusia, (2) Kerentanan (Vulnerabilitas) : Besarnya pengaruh buruk yang dialami oleh sebuah sistem atau komponennya akibat tekanan ataupaun kejutan, (3) Ketahanan (Resilience) : Kapasitas sistem untuk mengatasi atau merespon (4) Adaptasi : Penyesuaian untuk mengurangi dampak negatif perubahan iklim. Kemudian strategi sosial yang tertuang dalam pengendali kesehatan masyarakat yakni melalui penguatan sistem kesehatan sebagai responds terhadap perubahan iklim kemudian, penguatan kebijakan pembangunan berwawasan kesehatan masyarakat (Health Public Policy) melalui pemberdayaan masyarakat dalam adaptasi, penguatan sistem pemantauan, surveilans, dan sistem informasi kesehatan dalam perubahan iklim. Semua upaya mitigasi dan adaptasi harus dilakukan dan terintegrasi dalam keseluruhan proses perencanaan pembangunan dan kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Serta diperlukannya kajian dan observasi sistematis yang merupakan kunci utama untuk menjawab kekurangan data dan basis ilimiah guna mengungkapkan peran penting laut dan pesisir dalam menekan dampak perubahan iklim.

DAFTAR PUSTAKA

Boyd, P. W. 2000. A mesosscle phytoplankton bloom in the plar southhern ocean stimulated by iron

Fertilization. Nature, 407:695-702.

Dahuri, R. 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu.

Penerbit Pradnya Paramita. Jakarta.

IPCC.2001.Climate Change 2001: The Scientific Basis. Contribution of Working Group I to the

Third Assessment Report of the Intergovrnental Panel on Climate Change [Houghton,J.T.,Y.Ding,D.J.Griggs, M Nouger, P.J. van der Linden, et al. (eds.)]. Cambridge University Press,Cambridge, United Kingdom and New York, NY,881pp.

IPCC (Interngovernmental Panel on Climate Change),2007. Summary for Policy Makers of IPCC Fouth

Assessment Report, Working Group IIIclimate change 2007: mitigation of climate change,

IPCC, Bangkok, Thailand.

Komiyama, A., Jin E.O., Sasitorn P. 2008. Allometry, biomass and produktivity of mangrove forest:

A review. Acuatiq Botany.89:128-137.

Dittmar, T. et al. 2006. Mangroves, a major source of dissolved organic carbon to the oceans. Global

Biogeochem. Cycles.20(1).

Duarte, C.M.; J.J. Middleburg & C. Caraco, 2005. Major role of marine vegetation on the oceanic carbon

Cycle. Biogeoscience. 2: 1-8.

Jarred D., 2006. Collapse. How societies choose to fail or survive. Penguin Books.

WWF and the University of Queensland, 2009. The Coral Triangle and Climate Change ecosystem,

People and societies at risk, Sydney, Australia.

Purwadianto.2009. Pengelolaan Bidang Kesehatan Dalam Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim

Di Indonesia. Disampaikan dalam Workshop: Laut Sebagai Pengendali Perubahan Iklim.

Bogor, 4 Agustus 2009, Indonesia.